Ini Dampaknya, Jika Orang Tua Bertengkar di depan Anak
Pertengkaran pasti pernah terjadi dalam sebuah rumah tangga. Meski
sudah lama menikah dan satu sama lain saling cocok, tetap saja perselisihan
kadang tak bisa dihindarkan. Atau, bisa juga ketidakcocokan baru mencuat saat
menikah sehingga selalu timbul cekcok. Bahkan, tanpa disadari orang tua
bertengkar dan adu mulut sering dilakukan di depan anak.
Ini tentunya harus menjadi perhatian, karena sering bertengkar di
depan anak dapat berpengaruh terhadap perkembangan emosinya. Mungkin efeknya
tidak terlihat langsung, tetapi lambat laun akan menimbulkan kerusakan.
Dampaknya pada kesehatan dan psikologi anak
Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Family Psychology membuktikan
bahwa bertengkar di depan anak dapat mencederai perkembangan emosinya. Studi
dilakukan pada keluarga yang sering mengalami konflik internal kedua orang tua.
Anak-anak ditunjukkan foto pasangan yang sedang marah, senang, dan netral lalu
dilakukan pemeriksaan EEG untuk mengetahui aktivitas otaknya.
Hasilnya, anak dari orang tua yang sering bertengkar memproses emosi
secara berbeda. Mereka bereaksi lebih kuat dan lebih emosional saat
diperlihatkan foto pasangan yang sedang marah atau bahagia. Dampak lebih jauh
yang dapat terjadi adalah, mereka akan kesulitan bersosialisasi dengan orang
lain serta sulit berteman.
Studi lain yang dilakukan oleh University of Rochester juga menemukan
hal yang sama. Sering melihat pertengkaran dan perilaku destruktif orang tua,
seperti kekerasan verbal atau kekerasan fisik, dapat menyebabkan gangguan emosi
pada anak.
Gangguan emosi ini sangat beragam. Anak menjadi mudah khawatir, tidak
berdaya, dan tidak percaya diri. Tak hanya itu, mereka juga menjadi mudah marah
dan lebih agresif. Bahkan, anak dapat mengalami berbagai masalah kesehatan,
seperti gangguan tidur, nyeri kepala, nyeri perut, dan rentan sakit.
Melihat orang tua bertengkar terus-menerus tentunya akan memantik
stres. Stres yang dialami anak dapat menyebabkannya sulit berkonsentrasi
untuk menerima pelajaran di sekolah, sehingga performa akademis pun menurun.
Akibat stres ini, hubungan sosial anak dengan orang lain juga bisa
terganggu. Begitu pula dengan hubungan anak dengan saudara kandung. Misalnya,
anak menjadi sangat ikut campur dengan kakak atau adiknya, overprotektif satu
sama lain, atau bahkan menjadi saling menjauh.
Jika berpikir bahwa bayi tidak akan mengalami dampak yang sama seperti
anak yang sudah besar, maka Anda salah. Suatu penelitian menyebutkan bahwa anak
berusia 6 bulan pun sudah bisa merasakan stres yang dialami oleh orang
tuanya.
Pada penelitian jangka panjang tersebut, anak balita yang sering
melihat orang tuanya bertengkar diobservasi perilakunya. Ketika masuk taman
kanak-kanak, anak cenderung menjadi takut untuk sendiri, kurang mandiri, dan
tidak percaya diri.
Bahkan, pertengkaran orang tua semasa kecil dapat berbekas pada memori
anak ketika dewasa. Penelitian yang dilakukan di University of California Los
Angeles, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa anak yang tumbuh dengan melihat
orang tua bertengkar cenderung memiliki masalah kesehatan lebih banyak.
Mereka mudah sakit, depresi, ketergantungan obat, kesepian, dan menjadi kaku
atau sulit intim dengan pasangannya.
Anak yang sering melihat orang tuanya bertengkar dapat mengalami
berbagai gangguan kesehatan, gangguan emosi, hingga sulit bersosialisasi dengan
orang lain. Untuk itu, ketika Anda sedang berselisih dengan pasangan, sebaiknya
menepi sejenak dan coba selesaikan masalah dengan kepala dingin. Hindari
melakukannya di depan anak jika Anda tak ingin si Kecil mengalami dampak buruk
pada kemudian hari.
Post a Comment